Saturday, February 7, 2015

PENGETAHUAN AGAMA



A. Aqiqah
“Aqiqah” berarti bulu atau rambut anak yang lahir, beberapa istilah aqiqah adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari hari lahirnya anak[1], hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad bagi orang tua (atau orang yang wajib memberi nafkah kepada bayi). Waktu penyembelihan hewan aqiqah adalah dimulai ketika bayi sudah lahir sempurna, sedangkan tidak ada batas akhirnya. Jika sampai baligh anak tersebut belum diaqiqahi maka anak tersebut mengaqiqahi dirinya sendiri, sebaiknya aqiqah dilakasanakan hari ketujuh.[2]
عَنْ عَائِشَةَ قاَلَتْ اَمَرَنَا رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نُعِقَّ عَنِ اَلْغُلَامِ بِشَاتَيْنِ وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ بِشَاةٍ (رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وابن ماجه)
Dari 'Aisyah ra Rasulullah SAW telah menyuruh kita supaya menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk bayi perempuan seekor kambing.
Ada perbedaan tentang jumlah binatang aqiqah untuk seorang anak, pada hadits diatas Imam syafi’i dan Imam hambili sepakat dengan hadits yang diatas, karena beliau berpendapat bahwa anak laki-laki dua ekor kambing sedang bagi anak perempuan seekor kambing. Berbeda dengan Imam malik berpegang pada hadits yang artinya sebagai berikut, “dari Ibnu Abbas”, semoga Allah meridloinya, bahwasanya nabi SAW. Telah mengaqiqahkan cucunya Hasan dan Husain, masing-masing seekor Kibas. (HR. Ashakus Sunan).[3]
Binatang yang sah menjadi aqiqah sama dengan keadaan binatang yang sah untuk qurban, macamnya, umurnya, dan jangan bercacat.
Kalau hanya menyembelih seekor saja untuk anak laki-laki, hal itu sudah memadai. Disunatkan dimasak lebih dahulu, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Orang yang melaksanakan aqiqah pun boleh memakan sedikit dari daging aqiqah sebagaimana qurban, kalau aqiqah itu sunah (bukan nazar).[4]
Dalam pelaksanaannya aqiqah tidak dapat digabung dengan berkurban. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa aqiqah itu hanya berlaku bagi anak kecil saja, berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa tiap-tiap anak tergadai pada aqiqahnya, yaitu dengan menyembelih binatang aqiqah pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Sedangkan sebagian fuqaha berpendapat bahwa aqiqah itu boleh dilakukan setelah seseorang dewasa,[5] berdasarkan hadits :
عن انس ان النبي صلى الله عليهوسلم عق نفسه بعد مابعث بالنبوة
Artinya; “ Dari anas semoga Allah meridloinya berkata; “ Bahwasanya Nabi Muhammad SAW mengaqiqahkan dirinya setelah diangkat menjadi nabi (setelah berumur 40 tahun).
Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa penyembelihan aqiqah yang baik ialah dilakukan pada hari ketujuh dari hari kelahiran seorang anak, sedangkan bagi orang yang belum diaqiqahkan, maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah umur dewasa.
Menurut Imam as-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam mengomentari hadits Aisyah dengan perkataannya “Hadits aisyah menunjukkan bahwa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi perempuan ialah setengah dari bayi laki-laki.[6]
Adapun  hadits ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah bersabda:
من ولد له ولد فأحب أن ينسك عنه فلينسك عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة
 “Barangsiapa yang anaknya lahir lalu dia ingin menyembelih (aqiqah) untuknya maka hendaknya dia menyembelih dua kambing yang serupa sifatnya untuk anak lelaki dan seekor kambing untuk anak perempuan.”
            Setelah menyebutkan dua hadits dan Hadits lainnya al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari “semua hadits yang semakna ini menjadi hujjah bagi jumhur ulama dalam Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing dan bagi wanita dengan seekor kambing.[7]
Adapun syarat-syarat melaksanakan aqiqah yaitu:
1.        Dari sudut umur binatang Aqiqah & korban sama sahaja.
2.        Sembelihan aqiqah dipotong mengikut sendinya dengan tidak memecahkan tulang sesuai dengan tujuan aqiqah itu sebagai “Fida” (mempertalikan ikatan diri anak dengan Allah SWT).
3.        Sunat dimasak dan dibagi atau dijamu fakir dan miskin, ahli keluarga, tetangga dan saudara. Berbeda dengan daging qurban, sunat dibagikan daging yang belum dimasak.
4.        Anak lelaki disunatkan aqiqah dengan dua ekor kambing dan seekor untuk anak perempuan kerana mengikut sunnah Rasulullah.



B.     Qurban
Qurban dalam bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang berarti menyembelih hewan pada pagi hari. Sedangkan menurut istilah, Qurban adalah beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Zulhijah)[8]
Perintah menyembelih Qurban Firman Allah SWT:
!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ   Èe@|Ásù y7ÎntÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ 
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa kurban itu wajib, sedangkan sebagian lain berpendapat sunat. Alasan yang berpendapat wajib, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Kautsar ayat 1-2.
Sunnah, berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan:
اُﻤِﺭْﺖُﺒِﺎﻠنَحْرِﻮَﻫُﻭَﺴُنَةٌ لَكُمْ (رواه الترمذى)
”Saya disuruh menyembelih qurban dan qurban itu sunat bagi kamu”
Sunnah Muakkad, berdasarkan hadist riwayat Daruqutni menjelaskan:
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْكُمْ (رواه الدارقطنى)
”Diwajibkan melaksanakan Qurban bagiku dan tidak wajib atas kamu.”
Binatang yang sah untuk qurban ialah yang tidak bercacat, misalnya pincang, sangat kurus, sakit, putus telinga, putus ekornya, dan telah berumur sebagai berikut:
1.         Domba yang telah berumur satu tahun lebih atau sudah berganti gigi.
2.         Kambing yang telah berumur dua tahun atau lebih.
3.         Unta yang telah berumur lima tahun atau lebih.
4.         Sapi, Kerbau yang telah berumur dua tahun atau lebih.[9]
Waktu penyembelihan hewan qurban dimulai matahari melambung dari terbitnya pada hari idul adha yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, kira-kira cukup untuk melaksanakan shalat dua raka’at dan khutbah dua kali yang cepat (cukup melaksanakan rukun-rukunnya) sampai terbenamnya matahari pada akhir hari tasyrik yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Namun, yang paling utama penyembelihan dilaksanakan setelah selesai shalat Idul Adha sekira matahari sudah kadar satu tombak. Sebaiknya penyembelihan di tempat yang enak, tidak keras. Dilaksanakan pada siang hari kecuali ada hajat, maka pada malam hari.[10]
Untuk akhir hari menurut agama islam, ialah terbenamnya matahari pada hari itu, seperti akhir tanggal 29 Sya’ban ialah terbenamnya matahari pada tanggal 29 Sya’ban itu dan sebagainya. Demikian pula akhir hari tasyriq ialah terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah. Mengenai penyembelihan pada malam hari pada hari raya Idul Adha, Imam malik tidak membolehkannya, sedangkan Mazhab syafi’i membolehkannya, sebab perbedaan pendapat itu, ialah karena perbedaan pendapat mereka tentang arti “yaum” yang terdapat pada ayat 28 Surat Al hajj dan dalam hadits diatas. Menurut Imam malik, yaum berarti siang hari saja, tidak termasukdi dalamnya malam hari, sedang menurut Madzhab Syafi’i arti yaum ialah siang hari termasuk dalamnya malam hari.
Jika ingin mengikuti perbuatan Rasulullah, maka Rasulullah menyembelih binatang korban pada siang hari, tidak pernah beliau menyembelih pada malam hari. Tetapi tidak ada larangan beliau yang menyatakan tidak boleh menyembelih binatang korban pada malam hari.
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Tempat pelaksanan qurban adalah diutamakan didekat tempat sholat idul adha.[11]
Sedangkan untuk pembagian daging kurban itu dapat :
1.      Dimakan oleh orang yang berkurban beserta keluarganya
2.      Disedekahkan kepada fakir dan miskin
Hal ini sesuai firman Allah SWT:
š#sŒÎ*sù ôMt7y_ur $pkæ5qãZã_ (#qè=ä3sù $pk÷]ÏB (#qßJÏèôÛr&ur yìÏR$s)ø9$# §ŽtI÷èßJø9$#ur 4
36. kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Dan Jika tidak habis dimakan dan setelah disedekahkan, masih ada sisanya maka daging kurban itu boleh disimpan setelah dikeringkan oleh yang berkurban.
Sedangkan para ulama’ sepakat bahwa daging binatang kurban itu tidak boleh dijual, kecuali mazhab hanafi, mereka membolehkannya, kemudian hasil penjualan itu disedekahkan kepada fakir miskin atau digunakan untuk keperluan segala yang berhubungan dengan menegakkan kalimat Allah. [12]
Adapun cara menyembelih hewan qurban adalah sebagai berikut:
1.        Cara menyembelih sama dengan penyembelihan yang disyaratkan Islam, yakni penyembelih harus orang Islam (khusus qurban, sunnah penyembelih adalah yang berqurban sendiri, jika diwakilkan disunatkan hadiri pada waktu penyembelihannya).
عَنْ اَنَسٍ اَنَّهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ التَّضْحِيَّةِ اَلَّلهُمَ تَقَبّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَاَلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ اُمَّةٍ مُحَمَّدٍ (رواه البخارى ومسلم)
 “Dikabarkan oleh Anas bahwa Rasulullah SAW telah berqurban dengan dua ekor kambing yang baik-baik, beliau sembelih sendiri, beliau baca bismillah, dan beliau baca takbir.”
2.        Alat untuk menyembelih harus benda tajam. Tidak boleh menggunakan gigi, kuku dan tulang.
3.        Memotong 2 urat yang ada di kiri-kanan leher agar lekas matinya, tetapi jangan sampai putus lehernya (makruh).
4.        Binatang yang disembelih hendaklah digulingkan ke sebelah kiri tulang rusuknya agar mudah saat penyembelihan.
5.        Hewan yang disembelih disunnahkan dihadapkan ke arah Kiblat.
6.        Orang yang menyembelih disunatkan membaca:
a)      Basmalah
b)      Shalawat
c)      Takbir
d)     Do`a:
Hikmah seseorang yang telak melaksanakan qurban ialah:
1.         Menambah cintanya kepada Allah SWT
2.         Akan menambah keimanannya kepada Allah SWT
3.         Dengan berQurban, berarti seseorang telah bersyukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan pada dirinya.
Dengan berQurban, berarti seseorang telah berbakti kepada orang lain, dimana tolong menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas dan toleransi memang dianjurkan oleh agama Islam.



[1] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindio, 2012), hlm., 479
[2] Muhamad Sokhih Asyhadi, Fiqih Ibadah Versi Madzhab Syafi’, hlm., 204.
[3] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqih, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995,  hlm. 438
[4] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, hlm., 481.
[5] Zakiah Daradjat, Op-cit, hlm. 439
[6] Abu Muhammad ‘isom bin Mar’i, Perayaan Aqiqah Menurut Islam, ( Yogyakarta : Litera Sunny, 1997), hlm., 29.
[7] Abu Muhammad ‘isom bin Mar’i, Perayaan Aqiqah Menurut Islam, hlm. 29.
[8] Muhamad Sokhih Asyhadi, Fiqih Ibadah Versi Madzhab Syafi’i, (Pondok Pesantren Fadllul Wahid Ngangkruk Bandungsari-Grobogan), hlm., 198.
[9] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, hlm., 475-476
[10] Muhamad Sokhih Asyhadi, Fiqih Ibadah Versi Madzhab Syafi’i, hlm., 202.
[11] Aizul Maula, Fiqih Untuk kelas X Madrasah Aliyah, URANUS Publishing, 2011, hlm. 36
[12] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqih,  hlm. 436